r e v o [SO] l u t i o n

Revo to Gaze__Gaze to Revo

Senin, 25 Agustus 2008

REPORTASE KEGIATAN (Realita Tanah Evav 2)

Deformasi Lingkungan Hidup

KONDISI LINGKUNGAN PANTAI.

Pantai dan Tanjung Sorbat (Bekas Obyek Wisata Pantai Sorbat Indah)
(Observasi pada 15 September 2007)

Terjadi perubahan yang sangat signifikan di Tanjung Sorbat, Desa Tamedan akibat Eksploitasi Pasir, abrasi dan perubahan garis pantai terjadi disepanjang ujung pesisir utara Pulau Dullah ini, dari ujung Desa Tamedan sampai ke pantai Dusun Difur, Desa Lebetawi. Bahkan bukan hanya disekitar garis pantai, eksploitasi pasir ini bahkan terjadi di didalam hutan. Ada sedikit lahan terselamatkan itu dikarenakan lahan tersebut di Tanami Kelapa Hybryda. Lainnya Kritis dan Tragis. Lihat Fotto (TMPE, UK-GZ)

Pesisir Pantai
Eksploitasi pasir yang terjadi di Pantai Sorbat "Indah" yang sisakan .................... (silahkan di isi)















Kerusakan seperti Tsunami tapi ini akibat ulah manusia Evav sendiri




















Kerusakan di dalam areal Hutan, ini juga akibat Eksploitasi pasir (keserakahan), tak ada jejak yang tertinggal kecuali bekas galian pasir, akar dan ranting pohon yang berserakan, .................!!!!!????













Yang Bertahan, Hanya Area kebun kelapa hibrida ini yang bisa bertahan diantara kerusakan dan abrasi di Peisir semenanjung Sorbat, Dullah Utara.......... Seandainya semua seperti ini tentu kondisinya tak seperti di foto-foto sebelumnya

"Tentu Masyarakat Desa Tamedan tidak bisa disalahkan begitu saja, ini juga akibat Konsep dan arahan pembangunan yang salah, arahan Pembangunan (Pengembangan Pariwisata) yang tak berkonsep pada Pambangunan Yang Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. " UK-GZ

Pantai Dusun Divur Desa Lebetawi (Dekat Obyek Wisata Pantai Difur, Bekas Lahan PT MINA SANEGA)

disangka Ekploitasi Pasir terjadi juga di Dusun Divur, eksploitasi ini mungkin baru dilakukan sekitar tahun 2004, tapi perubahan sangat cepat terjadi, sampai saat ini pengalian sudah pada level 4 atau devisit 2 meter dari ketinggian tanah awal(menurut salah seorang penggali pasir dilokasi ini), terjadi abrasi yang memungkinkan air masuk sampai ke lokasi Penggalian. Lihat Fotto. (TMPE, GZ)

Pantai Menuju Desa Ngilngof dan Pantai Yanroa (antara Desa Ngilngof dan Namar)
Terjadi perubahan garis pantai akibat abrasi air laut dikarenakan minimnya areal hutan bakau (mangrove). Untuk di Yanroa terjadi abrasi akibat pengambilan beberapa tahun yang lalu namun sekarang sudah ada upaya dengan pelarangan dan pencegahan eksploitasi pasir oleh pemerintah Desa Ngilngof (TMPE, Ronald)


KONDISI LINGKUNGAN HUTAN


Sepanjang Jalan Dari Desa Kolser, Desa Ngayub sampai Desa Selayar, Kecamatan Kei Kecil.
Disepanjang perjalanan yang terhampar hanya lahan tandus, dan berupa lahan semak belukar (Lavetar) khas lahan kritis di Kep. Kei. Ada beberapa areal yang dipaksakan untuk di Tanami Pohon Jati yang rata-rata mencapai ketinggian 2-3 meter. Sungguh sangat disayangkan pula terjadi penanaman jati di dalam areal perkebunan penduduk. Adapun areal yang bisa dikatakan rindang dan banyak pepohonan banyak berada di areal yang dekat dengan pemukiman Desa Ngayub. Atau di areal antara Desa Namar dan Selayar.

Areal Hutan Menuju Desa Sathean dan Ibra
Disepanjang perjalanan yang terhampar hanya lahan berupa semak belukar, lahan ini diperkirakan sebelumnya, adalah lahan yang tertanami oleh pepohonan akasia atau sejenisnya. Ada beberapa areal yang dipaksakan untuk di Tanami Pohon Jati yang rata-rata mencapai ketinggian 2-3 meter. Ada juga lahan yang sengaja dibuka untuk Lokasi Bandar Udara Tual Baru. Sungguh disayangkan Lokasi untuk Bandara ini diletakan di tengah hutan, yang sudah barang tentu akan berdampak pada kelestarian Hutan disekitanya secara berkelanjutan


KONDISI DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN SUMBER AIR

Desa Evu dan Daerah Aliran Sungai Evu.
Disepanjang Daerah Aliran Sungai Desa Evu dikatan oleh masyarakat sendiri dan menurut observasi dapat dikatakan cukup terkendali, dan cukup dipertahankan daerah hutannya , hanya disayangkan terjadi kerusakan hutan akibat pengambilan kayu di sekitar hulu sungai, padahal areal ini merupakan salah satu situs penyuplai cadangan air untuk sungai Efu. Untuk kapasitas cadangan air terjadi juga difisit tapi masih dalam kondisi normal.

Green Belt Danau Ablel Di Desa Ngilngof
Greenbelt di daerah ini cukup terkendali dan cukup dipertahankan oleh masyarakat sekitar.

Green Belt Danau Desa Ohoitel
Disisi utara dan barat kondisi hutannya cukup terkendali kondisnya namun disisi selatan dan timur areal ini cukup kritis, di areal ini melintas Jalan Ngadi-Ohoitel. Lihat Fotto.

Pengeloaan Sumber-Sumber Air Tanah

Ditemukan bahwa eksploitasi air tanah untuk kepentingan komersil dirasa berlebihan dan tak terkendali hal ini tidak diimbangi dengan penghijauan atau pelestarian hutan untuk resapan air tanah. Kondisi ini bisa dilihat di sumber-sumber air tanah di sekitar pantai Un yang dulunya sangat berjaya (mulai dibuka sekitar tahun 1996) sekarang bisa dikatakan sumber-sumber air itu sudah kering. Eksploitasi air kini telah berpindah disekitar daerah Langgur, yang dikhawatirkan kejadian di Un bisa terulang lagi.


Tatanan dan Pola Hidup Masyarakat

Secara Umum Pola Hidup masyarakat dalam bidang pertanian dan perkebunan juga telah mengalami perubahan, Perubahan ini terjadi karena beberapa faktor:
§ Terkikisnya nilai-nilai budaya yang sangat peduli dan delat dengan alam. (Tradisi Hawear, Tradis Pengolahan Kait, Berkurangnya peran masyarakat adat)
§ Kurangnya kesadaran dan sosialisasi tentang tanama produktif
§ Kondisi dan keadaan Lingkungan, dalam hal ini faktor berkurangnya kesuburan tanah, sempitnya lahan untuk pengolahan, cuaca yang tak menentu dan sebagainya
§ Motivasi dan Budaya bercocok tanam dalam masyarakat, yang semakin terkikis. Penyebabnya, selain faktor2 diatas juga disebabkan oleh faktor luar, yakni budaya konsumtif masyarakat karena perubahan zaman, juga orientasi pekerjaan terutama generasi muda yang berpaling dari dunia pertanian, serta tersedianya bahan pangan dan kebutuhan lainnya dari daerah lain. Serta Budaya memanfaatkan pekarangan sebagai lahan kebun rumah tangga sudah sangat berkurang dan sulit ditemukan.
§ Kurangnya kepedulian masyarakat tentang pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dengan masi terjadinya pemboman ikan, pengunaan potassium, dan pembukaan lahan dengan cara di bakar.
§ Adanya indikasi pemaksaan program penanaman beberapa jenis pohon yang tidak mengindahkan hak tanah ulayat, potensi lahan, jenis tanah dan potensi kayu lokal


Perencanan Pembangunan Yang Berkelanjutan


Dalam proses penataan ruang wilayah, dan proses pembukaan lahan untuk pemukiman yang kurang tertata dan terencana , indikasi bisa dilihat dengan perencanan ruang di daerah Pantai Un tidak dimbangi dengan perencanan ruang terbuka hijau, atau di daerah Fidatan, Mangon, Dumar terlihat ada proses saling tumpang tindih (orientasi bangunan) disetiap persil bangunan.

Pemerintah daerah dalam hal ini dinas-dinas terkait kurang memperhatikan lahan-lahan kosong untuk di alih fungsikan sebagaimana mestinya, juga kurang sosialiasi tetang perencanaan pembangunan wilayah yang berkelanjutan, dan tidak adanya aturan yang jelas tentang penataan tata ruang kota dan wilayah. Juga dirasa dalam setiap perencanaan pembangunan wilayah kurang memperhatikan Analisa mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)

Kamis, 14 Agustus 2008

Realita Tanah Evav


Kampanye Peduli Lingkungan Hidup 2007 di Kepulaun Kei, 27-9 September 2007
HIMPUNAN MAHASISWA MALUKU TENGGARA - SURABAYA
Tim Mahasiwa Peduli Evav

Kesadaran ekologis dalam pelestarian lingkungan pada tataran global sekarang ini semakin digalakan, Pecinta lingkungan hidup global, terus melakukan aktifitas untuk membangkitkan kesadaran para penghuni bumi akan pentingnya pelestarian lingkungan agar generasi manusia mendatang pun bisa hidup dengan layak. Pemanasan global, mencairnya es kutub, badai elnino, banjir bandang, naiknya air laut yang tidak biasa telah mengajak kesadaran masyarakat dunia untuk bagaimana memperhatikan lingkungan hidup terutama pelestarian hutan sebagai paru-paru dunia, tempat cadangan air minum.

Dalam konteks global kesadaran lingkungan hidup inilah mendapat tempat yang khas karena mencetuskan kesadaran akan pentingnya hutan bagi hidup manusia. Umumnya ulasan mengenai konservasi hutan mengambil fokus teritori yang luas, baik itu pulau besar seperti Papua dan Kalimantan maupun benua. Tapi hanya satu atau dua peneliti saja yang berani dan mampu untuk menerapkan fokusnya untuk suatu pulau yang kecil, berkarang, seperti di Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara, dan yang hampir terlupakan di jajaran Nusantara, sebaimana dijuluki the Forgotten Islands of Indonesia oleh antropolog Nico de Jonge dan Toos van Dijk dalam buku mereka (1995).

Keadaan etnoekologis Kepulauan Kei ini menimbulkan keprihatinan dari kami HIMAMALRA-Surabaya sebagai bagian dari generasi muda asal Kep. Kei Maluku Tenggara, yang mencermati ancaman riil terhadap masyarakat masa kini dan mendatang karena kawasan hutan yang sudah menjamin kelangsungan hidup leluhurnya kini semakin menyempit karena di babat warganya secara serakah tanpa terkendali untuk memperluas kawasan perladangan atau untuk menambah uang hasil penjualan kayu demi mendukung ekonomi rumah tangga penduduk. Menyayangkan bahwa proyek reboisasi yang gagal dan penyuluhan dari pihak pemerintah daerah maupun dari kalangan LSM hampir tidak ada untuk membuka dan membangun kesadaran baru pada masyarakat Kei masa kini. Tentu saja ketidaktahuan mengenai penanaman kembali bibit-bibit pohon yang baru ini seharusnya dilatih oleh pemerintah daerah dan LSM bagi masyarakat petani ladang berpihdah yang memang secara adat tidak terbiasa untuk menanam pepohonan tahunan. Mengklaim bahwa perubahan ekologis pada daratan pulau yang kecil ini sungguh drastis, yaitu setiap tahun sekitar 315 ha hutan terbabat, sedangkan pada masa kini hutan di Pulau Kei Kecil ini hanya tersisa 33% saja (Rujukan dari, Erick Lobja, Menyelamatkan Hutan Dan Hak Adat Masyarakat Kei; 2003). Merujuk perubahan ekologis ini pada penyebab yang sering dialami di berbagai kawasan dunia, yaitu adanya kemiskinan, ketidaktahuan, keserakahan rakyat dan pemakaian teknologi gergaji listrik (cbainsaw) dalam 10 tahun terakhir ini. Perubahan ekologis akibat kebutuhan ekonomi jangka pendek juga terjadi di pesisir pantai dengan eksploitasi pasir (-di kawasan potensi wisata-) untuk di jadikan bahan bangunan khususnya kebutuhan pemukiman di Kota Tual yang sangat tinggi. Kerusakan atau lebih tepat kita katakan pengrusakan terhadap kawasan hutan dan pantai dengan penebangan pohon dan pengerukan pasir membawa akibat pada penurunan kwantitas dan kwalitas sumber daya alam dan linkungan hidup, sangat dirasakan dan jadi ancaman riil bagi masyarakat Kepulauan Kei saat ini, Kelangkaan sumber-sumber air, Penurunan kesuburan tanah, peningkatan polusi udara dan panas bumi, kepunahan berbagai jenis flora dan fauna, penyusutan berbagai jenis hasil; laut, abrasi (pengkisan) garis pantai, Intrusi (penncampuran) air laut terhadap air sumur. Serentak juga menyayangkan hilangnya pranata budaya seperti tanda larangan adat yang dikenal sebagai hawear dan yutut (atau sasi di ambon), dan memudarnya makanan tradisional embal, yang dibuaat dari tepung singkong atau ketela pohon dan biasanya bertahan paling kurang 5 bulan, serta yang secara tradisional sudah pernah menjadi persediaan bahan makanan kering untuk masa paceklik. Kini produksi embal lempeng hanya dapat diperoleh di satu-dua desa saja yang sudah di jadikan model cinderamata atau oleh-oleh khas daerah untuk para turis atau para handai toland di luar Kei.

Menyadari bahwa Ada “Sinergi antara Budaya dan Lingkungan Hidup Masyrakat Kei” dan seakan menjadi salah satu solusi yang tepat maka kami Himpunan Mahasiswa Maluku Tenggara-Surabaya (HIMAMALRA-Surabaya) lewat TIM MAHASISWA PEDULI EVAV merencanakan untuk melaksanakan Kampanye Peduli Lingkungan Hidup 2007 dengan “Pendekatan Budaya Masyarakat Evav di Kepulauan Kei, Kabupaten Maluku Tenggara”. Dengan bahasa adatnya “A batbatang nuhu met Evav” (Selamatkan Tanah dan Laut Evav).